Kamis, 28 Maret 2013

I LOVE SAMARINDA

Kalau bicara travelling itu adalah hobi saya banget. Apalagi gak bayar alias gratisan…… (he..he..semua pasti suka kalau gratis ;)). Jujur saja yang saya ubek – ubek pertama kali saat kuisnya Mbak Nunu El Fasa adalah foto – foto yang ada di komputer. Mengapa? Karena selama jalan – jalan saya jarang berfoto ria. Pertama karena gak punya kamera, dan kedua karena yang saya bawa cuma handphone kamera dengan kapasitas lensa cuma 1,3 MP.
Saat berkunjung ke kota ini hal pertama yang aku lakukan adalah membuka buku panduan Lonely Planetku. Samarinda bukanlah kota kelahiranku, juga aku sama sekali belum pernah tinggal di kota ini. Tapi pertama kali menginjakkan kaki di kota ini, sejujurnya aku langsung jatuh cinta. Ada mitos kalau kita minum air sungai Mahakam, maka kita akan bisa kembali ke kota ini. Dan hal itu pernah aku buktikan, akhirnya aku 3 kali datang ke Samarinda dan masih tetap berkeinginan kembali kesana.
Kedatangan pertama ke kota Samarinda tahun 2008 karena ‘mengawal’ papaku. Papa pernah bertugas di kota ini tahun 1975 an, dan sejak keluar dari kota ini belum pernah sekalipun beliau ke kota ini. Aku menganggap tugasku ini juga sekalian jalan – jalan bagiku yang notabene cuma seorang Ibu Rumah Tangga. Jadi teman selama perjalanan ke Samarinda adalah Papa tercinta
Kita menginap di sebuah hotel yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Sungai Mahakam. Karena penasaran dengan sebuah masjid yang terlihat indah, suatu malam setelah mencicipi STMJ di tepian sungai Mahakam aku nekat berjalan kali menyusuri sungai. Entah kenapa saat itu tidak ada rasa takut jalan sendirian di kota yang baru pertama kali aku datangi. Di pikiranku saat itu harus bisa mengunjungi masjid tersebut. Ternyata jarak yang terlihat dekat itu berbeda dari kenyataan. Karena sudah tanggung berjalan jauh, maju terus pantang mundur. He….he kayak perang aja ya??? Setelah kaki lumayan lelah untuk berjalan akhirnya sampai juga, dan ternyata masjid tersebut adalah Samarinda Islamic Center.



Samarinda Islamic Center
(Foto memakai Nokia 3650)


Selain Samarinda Islamic Center dan Sungai Mahakam tempat yang aku kunjungi adalah pasar Segiri. Satu hal yang aku suka di pasar ini adalah penjual ikan. Mereka menjual ikan – ikan yang masih hidup jadi ketika ikan itu mati, harga jualnya jadi rendah. Ikan Haruan atau kalau di Jawa disebut ikan Gabus merupakan salah satu ikan favorit di Samarinda.
Oleh – oleh khas kota Samarinda pasti semua orang tahu. Amplang atau disebut juga kuku macan adalah oleh – oleh khasnya kota ini. Tentu saja bukan terbuat dari kuku macan asli, tetapi krupuk ikan, bisa terbuat dari ikan pipih atau ikan gabus yang bentuknya seperti kuku macan. Selain itu masih ada Lempok Durian, Tempoyak, kue Sari Pengantin, Abon Ikan, dan lain –lain.
Sebenarnya masih banyak tempat – tempat wisata di Samarinda termasuk orang-orang Dayak dengan telinga panjangnya. Tetapi karena keterbatasan waktu dan ada beberapa hal yang harus dikerjakan keinginan jalan-jalan tersebut harus tersimpan dahulu. Semoga suatu hari aku bisa kembali ke kota Samarinda.

Rabu, 20 Maret 2013

Angry

Teringat dengan Angry Bird permainan di hape android dan komputerku tentang burung - burung yang musuhnya babi. Tapi untuk masalah marah ini kayaknya aku kudu lebih sabar alias menahan marah terutama terhadap my first girl. Banyak hal yang membuat aku harus sabar....sabar....sabar...........terutama kalau dia sudah mulai mengganggu adiknya yang masih 7 bulan. Jadi keinget sama kisah ini, dan semoga setiap orang tua yang sedang dilanda kemarahan terhadap anak - anaknya dapat menjadikan kisah ini sebagai pelajaran. Seorang bocah mungil sedang asyik bermain tanah. Sementara sang ibu sedang menyiapkan jamuan makan yang diadakan sang ayah. Belum lagi datang para tamu menyantap makanan, tiba-tiba kedua tangan bocah yang mungil itu menggenggam debu. Ia masuk ke dalam rumah dan menaburkan debu itu diatas makan yang tersaji. Ketika sang ibu masuk dan melihatnya, sontak beliau marah dan berkata, “Pergi kamu……!Biar kamu jadi imam di Haramain….!” Dan Subhanallah, kini anak itu telah dewasa dan telah dan telah menjadi imam di masjidil Haram. Siapa anak kecil yang didoakan ibunya saat marah itu? Beliau adalah Syeikh Abdurrahman as-Sudais, Imam Masjidil Haram yang nada tartilnya menjadi favorit kebanyakan kaum muslimin di seluruh dunia. Ibunda Syeikh Abdurrahman as-Sudais merupakan kisah teladan bagi aku dan mungkin bagi ibu-ibu yang lain, calon ibu dan para orangtua hendaklah selalu mendoakan kebaikan untuk anak – anaknya. Sekaligus menjadi peringatan bagi kita agar menjaga lisan dan tidak mendoakan keburukan bagi anak – anaknya. Walaupun dalam kondisi marah sekalipun.

Si Kumbang

Hmmmmmm……………..tiba-tiba aja jadi keinget sama “Si Kumbang”. Siapa si Kumbang ????? Dia adalah sepeda motor Suzuki Cristal keluaran tahun 1992. Si Kumbang selalu menemaniku kemanapun aku pergi berpetualang. Kok namanya Si Kumbang? Iya, karena dulu sepeda motor Cristalku aku pasang stiker kuning kotak-kotak di salah satu bagian tebengnya sehingga mirip kumbang. Emang ada ya kumbang warnanya kuning hitam? Ah entahlah, lagi malas berpikir. He….he…….:D Awalnya seh Si Kumbang menemaniku pas jaman SMA. Bermula dari Madiun-Maospati yang Cuma berjarak kurang lebih 10 km. Akhirnya pada saat aku kuliah di Surabaya tahun 1997 (wuuuiiiihhhh, kethok tuwirnya nih) Si Kumbang kubawa serta. Jarak Madiun – Surabaya sejauh 170 an km adalah hal biasa bagiku. Tiap minggu sekali aku biasa pulang ke Madiun membawa Si Kumbang. Tapi jarak terjauh yang pernah ditempuh si Kumbang adalah Madiun – Bali. Berangkat bersama adikku Okkie tetapi pulangnya sama temanku Sari (kalau ortunya tau aku ajak anaknya, bisa disembelih kali diriku ;)). Berangkat dengan target 2 hari perjalanan. Madiun –Bondowoso dan Bondowoso-Denpasar. Pulangnya juga menempuh 2 hari perjalanan. Denpasar-Probolinggo dan Probolinggo-Madiun. Sekarang Si Kumbang hanyalah jadi seonggok besi tua di halaman belakang. Tetapi aku takkan pernah melupakan jasa-jasanya. Ntar kalau aku dapat fotonya aku upload deh, karena kudu bongkar-bongkar album di rumah temanku di Madiun.